TUGAS PSIKOLOGI
II
“Pengertian,
Kegunaan dan Manfaat Teori Medan”
Dosen
Pengampu : I
Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H.
IHDN DENPASAR
OLEH
:
Ni Luh Putu
Sri Musiartini Seriawati
10.1.1.1.1.3883
III/PAH B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2011
KATA
PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puja
dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida
Sang Widi Wasa, Karena atas asung kerta wara nugrahaya-Nya, sehingga
penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Pengertian, Penggunaan, manfaat dari Teori Medan”. Dengan baik dan
tepat waktu.
Penulis
menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi II”. Dan penulis juga ingin
mengetahui tentang pengertian, penggunaan serta manfaat dari Teori Medan dalam
preses pembelajaran.
Dalam
menyusun makalah ini banyak pihak yang membantu. Diantaranya bapak I
Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H. Selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi II, penulis menyampaikan terimakasih
kepada beliau karena atas bimbingannya penulis bisa menyusun makalah ini dengan
baik. Dan ucapan terimakasih kepada teman-teman dan keluarga atas kerjasama dan
bantuannya.
Penulis
menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini belum sempurna, maka dari itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah yang akan disusun selanjutnya. Semoga makalah yang
sederhana ini dapat berguna bagi para pembaca.
“Om
Santhi, Santhi, Santhi, Om”
Singaraja,
6 Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………….. ii
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………… 2
1.3. Tujuan……………………………………………………………. 2
BAB
II PEMBAHASAN………………………………………………… 3
2.1 Pengertian Teori Medan…………………………………………… 3
2.2 Penggunaan Teori Medan…………………………………………. 4
2.3 Manfaat Teori Medan…………………………………………….. 8
BAB III
PENUTUP……………………………………………………… 10
3.1.
Simpulan……………………………………………………………. 10
3.2.
Saran………………………………………………………….......... 10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia Pendidikan proses belajar
mengajar menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan. Banyak hal yang menjadi
bahan perhatian dari proses belajar-mengajar tersebut diantaranya penggunaan
berbagai metode media bahkan menggunakan ilmu psikologi pendidikan demi
mencapai proses belajar-mengajar yang optimal dan relevan sesuai dengan apa
yang di harapkan bersama.
Maka dari itu dengan adanya psikologi
pendidikan baik pendidik maupun peserta didik dapat saling mengerti dengan
keadaan tingkah atau perilaku peserta didik dalam dunia pendidikan. Psikologi
ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Maka dari itu pendidik perlu
mengadakan pendekatan kepada peserta didiknya dengan menggunakan teori-teori
dalam psikologi pendidikan, salah satunya Teori Medan yang di populerkan oleh
Kurt Lewin. Dimana teori ini lebih menjelaskan bagaimana motivasi seseorang peserta
didik dalam mengikuti suatu proses belajar-mengajar. Karena dalam dunia
pendidikan motivasi sangat diperlukan agar seorang siswa dapat semangat
mengikuti suatu proses pembelajaran. Dengan adanya motivasi-motivasi tersebut
peserta didik pasti akan memiliki motif-motif untuk mencapai sesuatu dan
berusaha untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam menggapai hal yang diinginkan
oleh seorang peserta didik.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa pengertian dari teori Medan?
1.2.2 Bagaimana penggunaan teori Medan dalam proses
pembelajaran?
1.2.3 Apa manfaat teori Medan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari teori Medan.
1.3.2 Untuk mengetahui penggunaan teori Medan dalam
proses pembelajaran.
1.3.3 Untuk mengetahui manfaat teori Medan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Medan.
Kurt Lewin, bapak teori medan ini,
mula-mula adalah pengikut aliran
psikologi Gestalt mazhab berlin, akan tetapi yang kemudian mengambil
jalan sendiri, terutama dalam penelitian mengenai motivastion.
Teori medan memandang bahwa tingkah
laku dan proses kognitif adalah suatu fungsi dari banyak variabel yang muncul
secara simultan (serempak). Lingkungan dipandang sebagai gejala yang saling mempengaruhi.
Perubahan pada diri seseorang bisa
mengubah hasil keseluruhan.
Kurt Lewin (1890-1947) menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang
dalam suatu waktu ditentukan oleh keseluruhan jumlah fakta psikologis yang
dialami dalam waktu tersebut. Menurutnya, fakta psikologis itu merupakan
sesuatu yang berpengaruh pada tingkah laku, termasuk marah, ingatan kejadian
masa lampau, dan lain-lain. Semua fakta itu menjadi ruang lingkup kehidupan
seseorang. Beberapa fakta psikologis akan memberi pengaruh positif atau negatif
pada tingkah laku seseorang. Keseluruhan gejala itulah yang akan menentukan
tingkah laku seseorang dalam suatu waktu. Tetapi hanya pengalaman yang
disadarinya yang akan memberi pengaruh. Perubahan pada fakta psikologis akan
menyusun kembali seluruh ruang kehidupan.
Dalam
situasi belajar seseorang menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi
selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk
mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila
hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan
dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.
Menurut
teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai
tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi
dalam bahan belajar membuat seseorang bersemangat untuk mengatasinya. Bahan
pelajaran yang baru banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat seseorang
tertantang untuk mempelajarinya.
Hal
ini juga memberikan tantangan bagi seseorang untuk belajar secara lebih giat
dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang seseorang
dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman
yang tidak menyenangkan.
Jadi,
tingkah laku seseorang merupakan
perubahan-perubahan kontinyu dan dinamis. Seseorang berada dan berkembang dalam
suatu pengaruh perubahan-perubahan medan yang kontinyu. Itulah yang dimaksud
dengan teori medan dalam psikologi.
2.2 Penggunaan Teori Medan
dalam Proses Pembelajaran.
2.2.1 Belajar Sebagai
Perubahan dalam Struktur Kognitif.
Orang
belajar akan bertambah pengetahuannya, yang berarti tahu lebih banyak dari pada
sebelum belajar. Tahu lebih banyak berarti ruang lingkupnya bertambah luas dan
semakin terdiferensikan. Itu semua berarti seseorang akan banyak memiliki fakta
yang saling berhubungan.
Perubahan
struktur pengetahuan (struktur kognitif) dapat terjadi karena ulangan, situasi
mungkin perlu diulang-ulang sebelum strukturnya berubah. Akan tetapi yang
penting bukanlah bahwa ulangan itu terjadi, melainkan ialah bahwa struktur
kognitif itu berubah. Dengan pengaturan masalah (problem) yang lebih baik
struktur itu mungkin dapat berubah dengan ulangan yang lebih sedikit. Hal ini
telah terbukti dalam eksperimen mengenai insigbt.
Terlalu banyak ulangan tidak menambah belajar; sebaliknya ulangan itu
mungkin menyebabkan kejenuhan psikologi yang dapat membawa kekacauan dan
kekaburan dalam struktur kognitif.
Perubahan
dalam struktur kognitif ini untuk sebagai berlangsung dengan prinsip pemolaan
dalam pengamatan, jadi di sini terbukti lagi betapa pentingnya pengamatan itu
dalam belajar. Perubahan ini disebabkan oleh kekuatan yang telah intrinsik ada
dalam struktur kognitif. Tetapi struktur kognitif itu juga berubah-ubah sesuai
dengan kebutuhan yang ada pada individu. Kekuatan psikologi yang bersangkutan
dengan suatu kebutuhan dapat berakibat salah satu di antara dua keadaan
berikut:
1) Hal itu dapat mengakibatkan locomotion dalam arah kekuatan itu;
artinya kebutuhan itu dipuaskan dengan jalan biasa, belajar yang baru tak perlu
lagi, dan struktur kognitif tetap baik.
2) Kekuatan itu dapat mengakibatkan perubahan
dalam struktur kognitif sehingga dengan demikian locomotion dimungkinkan; artinya hubungan-hubungan dalam situasi
dilihat dengan pandangan (cara) baru, sehingga kebutuhan dapat dipuaskan. Di
sinilah terjadi belajar dengan motivasi.
2.2.2 Reward dan Punisment Menurut Interpretasi Kurt
Lewin.
Reward dan Punisment merupakan sarana motivasi yang efektif. Tetapi dalam
penggunaannya memerlukan pengawasan. Nilai yang baik bagi peserta didik pada
umumnya merupakan sesuatu hal yang diinginkan (hadiah). Tetapi, tugas-tugas
dalam belajar untuk mencapai nilai tersebut pada umumnya dianggap sebagai
hukuman yang membebani dan kurang menarik.
Ahli-ahli
yang mengikuti/menerima law of effect
dan law of reinforcement seringkali
menganalisis sampai mengungsur lingkungan atau keadaan yang mendorong pelajar
untuk mendekati hadiah dan menjauhi hukuman. Kurt Lewin menggambarkan situasi
yang mengandung hadiah atau hukuman itu sebagai suatu yang mengandung konflik.
1) Situasi yang mengandung hukuman.
Sebagai
contoh: Dalam suatu situasi terdapat seseorang yang harus melakukan suatu
pekerjaan yang ia tidak suka atau tidak menyenangkan, karena adanya kebutuhan
untuk meninggalkan tugas yang tidak menyenangkan itu. Supaya ia tetap dalam
pekerjaan itu maka ada ancaman hukuman kalau dia tak mengerjakan.
Dalam situasi ini seseorang mengalami konflik
antara dua hal yang tidak menyenangkan itu, maka kecenderungannya ialah ia akan meninggalkan
situasi yang serba tidak menyenangkan, untuk menghindari dua hal itu. Supaya
seseorang tidak meninggalkan medan itu maka harus ada rintangan. Rintangan ini
dalam kehidupan biasa adalah kekuasaan, konkretnya lagi, dalam situasi konflik
seperti yang digambarkan di atas perlu pengawasan.
2) Situasi yang mengandung hadiah.
Sebagai
contoh : Dalam situasi yang mengandung hadiah tidak perlu lagi seseorang
dilakukan pengawasan seperti hal diatas, karena sifat menarik hadiah itu akan
menahan pribadi seseorang untuk tetap dalam medan tersebut. Tetapi, tantangan
perlu diberikan untuk mencegah supaya seseorang tidak langsung mencapai hadiah
tersebut tanpa mengerjakan tugas yang harus dikerjakannya.
Karena
hadiah itu sangat berhubungan dengan aktivitas melaksanakan tugas secara
eksternal, maka selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan pintas, yaitu
mendapatkan hadiah tanpa melaksanakan tugasnya terlebih dahulu. Karena ada
kecenderungan hal tersebut, maka haruslah dicegah agar seseorang mendapat
hadiah dengan jalan yang tidak seharusnya. Karena itu, disini pengawasan sangat
diperlukan, tetapi tidak sekeras pengawasan pada situasi yang mengandung
hukuman.
2.2.3 Masalah Sukses dan
Gagal.
Kurt
Lewin lebih setuju penggunaan istilah sukses dan gagal dibanding hadiah dan
hukuman. Karena, apabila tujuan yang akan dicapai bersifat intrinsik, kita akan
lebih tepat mengatakan bahwa suatu tujuan berhasil atau gagal dicapai dari pada
mengatakan bahwa suatu tujuan mengandung hadiah dan hukuman.
Perbedaan
antara cara pendekatan psikologi dan nonpsikologis yang lalu menjadi lebih
jelas dari pada kalau dipergunakan pengertian hadiah dan hukuman. Sebab secara
psikologis memang yang penting adalah bagaimana yang dialami oleh individu di
dalam menghadapi sesuatu problem. Suatu pengalaman sukses haruslah dimengerti
sesuai dengan apa yang akan dicoba untuk dikerjakan atau dicapai oleh pribadi
(pelajar); dan hubungan antara sukses pencapaian tujuan ternyata bukanlah
hal-hal yang sederhana. Apabila gejala psikologi mengenai sukses dipandang dari
segi si pelajar, setidak-tidaknya mengandung kemungkinan yang berikut :
1) Pengalaman
sukses dialami bila seseorang benar-benar mendapatkan apa yang diinginkannya.
Misalnya, seseorang yang ingin lulus dalam suatu program tertentu, kemudian
ternyata memang lulus.
2) Pengalaman
sukses juga dialami apabila seseorang sudah berada di dalam daerah tujuan yang
ingin dicapai. Misalnya, orang dikatakan lulus dalam suatu program bila tinggal
mengulang beberapa mata kuliah saja.
3) Pengalaman sukses juga dialami apabila
orang telah membuat suatu kemajuan ke arah tujuan yang akan dicapai. Misalnya,
orang merasa berhasil kalau telah mempersiapkan diri dengan baik dalam
menghadapi ujian.
4) Pengalaman sukses juga dialami apabila
orang telah berbuat dengan cara yang oleh masyarakat dianggap sebagai cara
untuk mencapai tujuan. Misalnya, seseorang merasa sukses bila pada waktu ujian
keluar paling awal.
Pengalaman sukses atau gagal bersifat individual. Kejadian yang sama mungkin dialami sebagai sukses bagi seseorang, tetapi mungkin tidak demikian bagi orang lain. Contoh, anak yang duduk di kelas I SD tidak bisa menghitung 25 X 25 adalah wajar. Tetapi jika peserta didik tidak bisa, ia akan dianggap gagal.
Pengalaman sukses atau gagal bersifat individual. Kejadian yang sama mungkin dialami sebagai sukses bagi seseorang, tetapi mungkin tidak demikian bagi orang lain. Contoh, anak yang duduk di kelas I SD tidak bisa menghitung 25 X 25 adalah wajar. Tetapi jika peserta didik tidak bisa, ia akan dianggap gagal.
Pribadi
biasanya membuat tujuan-tujuan sementara dimana ia merasa terlibat atau
berkepentingan, merasa hal itu memang soal dia (ada ego-involvement). Secara teknik tujuan sementara ini disebut taraf
keinginan atau taraf aspirasi. Tujuan sementara ini sesuai dengan tafsiran
individu (pelajar) mengenai prestasinya. Dalam hal ini akan banyak macam
ragamnya; sementara pelajaran realistik, dan menetapkan tujuan dekat dengan apa
yang dapat dicapainya; sementara lagi tidak realistik dan ada pula yang menetapkan tujuan sementara itu di bawah
kemampuannya.
2.2.4 Sukses Membawa
Mobilisasi Energi Cadangan
Kurt
Lewin beranggapan “dinamika kepribadian itu dikarenakan oleh adanya energi
dalam diri orang, yang disebut energi psikis”.
Energi psikis inilah yang dipergunakannya
untuk bermacam-macam aktivitas, seperti misalnya mengamati, mengingat,
berbikir, dan sebagainya. Biasanya, dalam keadaan sehari-hari, hanya sebagian
saja dari energi psikis yang dipergunakan, dan sisanya tersimpan sebagai energi
cadangan.
Apabila
orang mendapatkan pengalamam sukses, maka akan terjadi semacam mobilisasi
energi cadangan itu, sehingga kemampuan individu untuk memecahkan problem
bertambah atau meningkat. Karena itu secara praktis sangat dianjurkan untuk
memberikan sebanyak mungkin kesempatan kepada para anak didik kita supaya
mereka mendapatkan pengalaman sukses.
2.3 Manfaat Teori Medan.
Secara umun Teori Medan
memiliki manfaat sebagai motivator bagi peserta didik. Dimana motivasi yang
diberikan kepada peserta didik memiliki beberapa tantangan seperti halnya :
2.3.1
Tantangan dalam menjalani proses pembelajaran
sebagai perubahan dalam struktur kognitif. Dimana apabila seseorang belajar,
maka dia akan bertambah pengetahuannya. Artinya seseorang tersebut tahu lebih
banyak. Lebih banyak dari pada sebelumnya belajar. Dan apa artinya tahu lebih
banyak? Ini berarti ruang hidupnya menjadi lebih terdiferensiasikan, leih
banyak subregions yang dimilikinya,
yang dihubungkan dengan hal-hal tertentu. Dengan kata lain orang tahu lebih
banyak tentang fakta-fakta dan saling berhubungan satu sama lainnya antara
fakta-fakta itu.
2.3.2
Tantangan dalam proses pembelajaran,
karena adanya hadiah dan hukuman. Dimana hadiah dan hukuman merupakan sarana motivasi yang efektif.
Tetapi dalam penggunaannya memerlukan pengawasan. Nilai yang baik bagi peserta
didik pada umumnya merupakan sesuatu hal yang diinginkan (hadiah). Tetapi,
tugas-tugas dalam belajar untuk mencapai nilai tersebut pada umumnya dianggap
sebagai hukuman yang membebani dan kurang menarik.
2.3.3 Tantangan akan suatu keberhasilan dan kegagalan dimana seorang
peserta didik diharapkan memiliki motivasi untuk melakukan tugasnya. Karena
tidak dipungkiri dalam hal ini seorang peserta didik mendapat pengalaman
bagaimana sesuatu keberhasilan tersebut dan bagaimana sesuatu kegagalan
tersebut. Misalnya mahasiswa yang menempuh ujian tujuannya adalah lulus dalam
semua mata ujian yang ditempuhnya, tetapi kadang-kadang orang sudah merasa
sukses kalau di hanya harus mengulang satu atau dua mata ujian, karena dengan
kejadian ini berarti dia telah ada dalam
daerah yang lebih dekat kepada tujuannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari
materi yang telah di uraikan tadi, dapat penulis simpulkan penggunaan teori
Medan sangat perlu dan bermanfaat karena teori Medan memberikan seorang pendidik
pengetahuan bagaimana yang seharusnya dilakukan dalam suatu proses pembelajaran
agar peserta didik mendapat manfaat dari teori ini seperti halnya peserta
didik ada motivasi belajar dan peserta didik mengalami proses belajar sebagai
perubahan dalam struktur kognitif. Dimana apabila seseorang belajar, maka dia
akan bertambah pengetahuannya. Serta peserta didik mempunyai motivasi dalam
proses pembelajaran karena adanya reward
dan punisment yang merupakan sarana motivasi yang
efektif. dan juga seseorang peserta didik mempunyai motivasi untuk melakukan
tugasnya sebagai pembelajaran untuk memperoleh tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
3.2 Kritik dan
Saran
Kritik
dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Karena kita sebagai calon pendidik sangat perlu mempelajari teori-teori dalam
suatu proses pembelajaran yang akan kita gunakan dalam suatu proses
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata,
Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suryabrata,
Sumadi. 2011. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers.
.