TUGAS
HARIAN SIVA SIDDHANTA II
Nama : Ni Luh Putu Sri Musiartini S
Nim : 10.1.1.1.1.3883
Jurusan : PAH/B V
Banten Ajuman/Soda
Yang menjadi unsur-unsur banten Ajuman/Soda: Alasnya tamas/taledan/cepe; berisi buah, pisang dan
kue secukupnya, nasi penek dua buah,
rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan plaus/petangas, canang sari. Sarana yang
dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi(ngajum, menghormat, sujud kepada
Hyang Widhi)
Nasi
penek atau "telompokan" adalah nasi yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga berbentuk
bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan
Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga
agar manusia tetap eksis.
Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian
dirangkai dengan melipatnya sehingga berbentuk seperti kipas, memiliki makna
simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia harus menyerahkan diri secara
totalitas di pangkuan HyangWidhi, dan jangan banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi
akan turun ketika BhaktaNya
telah siap.
beberapa jenis jajan, buah-buahan, lauk
pauk berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung,
timun, taoge (kedelai), daun kemangi (kecarum),garam, dan sambal.
Ajuman disebut juga soda (sodaan)
dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan
lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun
dibuat dari nasi kuning, disebut "perangkat atau perayun" yaitu jajan serta buah-buahannya di alasi
tersendiri, demikian pula lauk pauknya masing-masing dialasi ceper /ituk-ituk,
diatur mengelilingi sebuah penek yang agak besar. Di atasnya diisi sebuah
canang pesucian, canang burat wangi atau yang lain
Canang
Sari
![]() |
Canang Sari |
Canang Sari merupakan sarana yang
terpenting, karena canang ini merupakan uapakara yang akan dipakai sarana
persembahan kepada Tuhan atau Bhatara
Bhatari leluhur yang sering kita gunakan dalah sehari-hari. Disetiap banten apapun
yang kita akan persembahkan ke pada Bhatara-Bhatari selalu diisi Canang Sari,
karena Canang Sari merupakan komponen inti dari suatu Banten.
Canang
Sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih. Canang berasal dari kata
"Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan
atau maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan
demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang
Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan mengenai bentuk dan
fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan
kegiatan upakara yang dilaksanakan.
Adapun
perlengkapan daripada Canang itu antara lain sebagai alasnya dipakai Ceper,
atau daun pisang yang berbentuk segi empat. Di atasnya berturut-turut di susun
perlengkapan yang lain seperti : Pelawa, Porosan ysng terdiri dari salah satu
atau dua potong sirih, di dalamnya diisi kapur dan pinang, lalu dijepit dengan
sepotong janur di atasnya diisi dengan tangkih atau kojong dari janur yang
bentuknya bundar disebut Urassari dapat pula ditambahkan dengan pandan harum
yang diisi dengan wangi-wangian (Rai Sudharta, dkk, 1992:6)
Unsur-unsur
pokok dari Canang Sari adalah :
1) Canang
memakai alas berupa "ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol
kekuatan "Ardha Candra" (bulan).
2) Porosan
![]() |
Porosan |
Porosan
terdiri dari pinang, kapur dibungkus dengan sirih. Dalam lontar Yadnya Prakerti
disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dalam manifestasi sebagai Sang Hyang Tri Murti. Pinang lambang
pemujaan kepada Dewa Brahma, Sirih lambang pemujaan kepada Dewa Wisnu, Kapur
lambang pemujaan kepada Dewa Siwa. Tiga manifestasi inilah yang amat terkait
dengan kehidupan umat manusia dalam sehari-hari (Rai Sudharta, dkk, 1992:6)
3) Plawa
Dalam
Lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Plawa adalah lambang tumbuhnya pikiran
yang hening dan suci. Jadi dalam memuja Tuhan sesuai dengan manifestasinya
sebagai Tri Murti, harus dengan usaha menumbuhkan pikiran yang suci hening(Rai Sudharta, dkk, 1992:8)
Karenan pikiran yang tumbuh dari kesucian
dan keheningan itulah yang akan dapat menangkal pengaruh-pengaruh buruk dari
bafsu duniawi. Pikiran yang suci dan hening inilah yang dapat menarik atau
menurunkan karunia Tuhan (Rai
Sudharta, dkk, 1992:8)
4) Jejahitan,
reringgitan dan tetuasan
Jejahitan,
reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran (Rai
Sudharta, dkk, 1992:9)
5) Urassari
Letak
Urassari dalam canang adalah di atas Plawa, Porosan, Tebu kekiping, Pisang dan
lain-lainnya, yang dihiasi dengan ceper. Di atas Urassari ini diisi
bunga-bungaan. Adapun dari pada Urassari tersebut kalau kita amati, berbentuk
garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana daripada
Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi (Rai
Sudharta, dkk, 1992:10)
Urassari
yang tersusun dengan jejahitan, reringgitan dan tetuasan itu akan kelihatan
berbentuk lingkaran “Padma Astadala”. Padma Astadala adalah lambang stana Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dengan delapan penjuru anginnya (Rai Sudharta, dkk,
1992:10)
6) Bunga
Bunga
merupakan lambang keiklasan. Memuja tuhan tidak boleh ragu-ragu, harus
didasarkan pada keiklasan yang benar-benar tulus datang dari lubuk hati yang
paling dalam dan suci. Keiklasan merupakan kebutuhan dari pertumbuhan jiwa yang
sehat. Dalam hidup kita harus mampu mengiklaskan diri dari berbagai ikatan duniawi(Rai Sudharta,
dkk, 1992:8). Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari
diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Urutan meletakkan Bunga sesuai dengan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
Bunga
berwarna Putih
(jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk
menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari
(Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar
memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala
niskala.
Bunga
berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol
memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang
Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi
kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.
Bunga
berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol
memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
Bunga
berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau
atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon
diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu
agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala
bentuk kekotoran jiwa dan raga.
Bunga
Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol
memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang
Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan
pembebasan (Moksa).
Konsep
penyatuan Canang Sari terhadap Siva sinddhanta adalah dari penyatuan antara
bahan-bahan yang ada, seperti Ceper, Porosan yang tediri dari pinang, kapur
dibungkus dengan sirih melambangkan pemujaan kepada Yang Maha Kuasa dalan
manifestsinya sebagai Sang Hyang Tri Murti. Bahan selanjutnya dari Canang Sari
adalah Plawa, Jejahitan, Urassari, Bunga yang dijadikan satu dalam bentuk
Canang Sari, maka dari sinilah telah ditengkan konsep penyatuan dari
Sekte-sekte dalam Siva Siddhanta yaitu Sekte Siwa, Brahma dan Waisnawa.
Banten Pejati
![]() |
Pejati |
Banten
dalam agama Hindu adalah bahasa agama. Ajaran suci Veda sabda suci Tuhan itu
disampaikan kepada umat dalam berbagai bahasa. Ada yang meggunakan bahasa tulis
seperti dalam kitab Veda Samhita disampaikan dengan bahasa Sanskerta, ada
disampaikan dengan bahasa lisan. Bahasa lisan ini sesuai dengan bahasa
tulisnya.
Dalam
“Lontar Yajña Prakrti” disebutkan:
“sahananing bebanten pinaka
raganta tuwi, pinaka warna rupaning Ida Bhatara, pinaka anda bhuana”
artinya:
semua jenis banten (upakara) adalah
merupakan simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai
lambang Bhuana Agung (alam semesta).
Banten
pejati adalah nama Banten atau (upakara), sesajen yang sering dipergunakan sebagai
sarana untuk mempermaklumkan tentang kesungguhan hati akan melaksanakan suatu
upacara, dipersaksikan ke hadapan Hyang Widhi dan prabhavaNya.
Dalam “Lontar Tegesing Sarwa
Banten”, dinyatakan:
“Banten mapiteges pakahyunan,
nga; pakahyunane sane jangkep galang”
Artinya:
Banten itu adalah buah pemikiran
artinya pemikiran yang lengkap dan bersih.
Bila
dihayati secara mendalam, banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap
yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat
disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali
dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna
dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu
kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.
Pejati
berasal bahasa Bali, dari kata “jati” mendapat awalan “pa”.
Jati berarti sungguh-sungguh, benar-benar. Banten pejati adalah sekelompok
banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan
Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon
dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten pejati
merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña.
Adapun
unsur-unsur banten pejati, yaitu:
1. Daksina
2. Banten Peras,
3. Banten Ajuman/Soda
4. Ketupat Kelanan
5. Penyeneng/Tehenan/Pabuat
6. Pesucian Pesucian
7. Segehan alit
Sarana yang Lain
·
Daun/Plawa;
lambang kesejukan.
·
Bunga;
lambang cetusan perasaan
·
Bija;
lambang benih-benih kesucian.
·
Air;
lambang pawitra, amertha
·
Api;
lambang saksi dan pendetanya Yajna.
Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang
membentuk ketupat kelanan:
Alasnya tamas/taledan atau ceper,
kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya, enam buah ketupat,
rerasmen/lauk pauk + 1 butir telor mateng dialasi tri kona/ tangkih/celemik,
sampyan palus/petangas, canang sari. Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad
Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebajikan
senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya Sad Ripu maka
keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.
Siapa yang menerima Banten pejati ?
Banten Pejati dihaturkan kepada
Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu
·
Peras
kepada Sanghyang Isvara
·
Daksina
kepada Sanghyang Brahma
·
Ketupat
kelanan kepada Sanghyang Visnu
·
Ajuman
kepada Sanghyang Mahadeva
Penjelasan Bahan Banten Pejati
Menurut Lontar Tegesing Sarwa Banten;
Mengenai rerasmen: “ Kacang,
nga; ngamedalang pengrasa tunggal, komak, nga; sane kakalih sampun masikian”.
Artinya: Kacang-kacangan menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak
yang berbelah dua itu sudah menyatu.
“ Ulam, nga; iwak nga; hebe
nga; rawos sane becik rinengo”. Artinya: Ulam atau ikan yang dipakai
sarana rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.
Mengenai buah-buahan; “ Sarwa
wija, nga; sakalwiring gawe, nga; sana tatiga ngamedalang pangrasa hayu,
ngalangin ring kahuripan”. Artinya: Segala jenis buah-buahan merupakan
hasil segala perbuatan, yaiyu perbuatan yang tiga macam itu (Tri Kaya
Parisudha), menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan
pada kehidupan.
Mengenai Kue/Jajan: “ Gina,
nga; wruh, uli abang putih, nga; lyang apadang, nga; patut ning rama rena.
Dodol, nga; pangan, pangening citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra, Bantal,
nga; phalaning hana nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan”. Artinya;
Gina adalah lambang mengetahui, Uli merah dan Uli putih adalah lambang
kegembiraan yang terang, bhakti terhadap guru rupaka/ ayah-ibu, Dodol adalah
lambang pikiran menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari
sastra, Bantal adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak, dan
Satuh adalah lambang patut yang ditirukan.
Mengenai
bahan porosan: “ Sedah who, nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning
matut halyus hasanak, makadang mitra, kasih kumasih”. Artinya: Sirih
dan pinang itu lambang dari yang membuatnya kesejahteraan/kerahayuan, berawal
dari dasar pemikirannya yang baik, cocok dengan keadaanny, bersaudara dalam
keluarga, bertetangga dan berkawan
Daksina
![]() |
Daksina |
Daksina
disebut Juga "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daipada
yadnya. Daksina juga dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima
kasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan
atau pertapakan. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina
melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut adalah nama lain
dari Dewa Siwa.
Unsur-unsur yang membentuk daksina,
diurut dari isi terbawah hingga diatas yaitu:
Alas
bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat
dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang
pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
·
Bedogan/
srembeng/wakul/katung/ srobong daksina; terbuat dari janur/slepan yang dibuta
melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini
adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang
dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )
·
Tampak;
dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah.
Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos. tampak juga
melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik.
·
Beras;
yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber
penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
·
Sirih
temple / Porosan; terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih – siwa)
dan pinang (merah – brahma) diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu,
porosan adalah lambang pemujaan.
·
Kelapa;
adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau
lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta
patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh
lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala,
isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras
lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang
Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa
sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat
serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut
kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering
sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya
dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari
unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe
ngikat indria.
·
Telor
Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/
getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada
telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana
sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang
Sthula sarira. dipakai telur itik karena itik dianggap suci, bisa memilih
makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan
terbang bila perlu)
·
Pisang,
Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari
ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya
Parisudhanya. Dalam tetandingan Pisang melambangkan jari, Tebu belambangkan
tulang.
·
Buah
Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih
(ketulusan)
·
Buah
kluwek/Pangi; lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah
(kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu.
·
Gegantusan;
merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari
kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan
kraras/daun pisang tua adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
·
Papeselan
yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang
Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun
durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak / mangga lambang
Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang
kerjasama (Tri Hita Karana).
·
Bija
ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya; godem (hitam –
wisnu), Jawa (putih – iswara), Jagung Nasi (merah – brahma), Jagung Biasa
(kuning – mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun – siwa). kesemuanya itu dibungkus
dengan kraras (daun pisang tua).
·
Benang
Tukelan; adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan
naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk
mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman
yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang
berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang
berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang
Widhi kalau sudah Pralina. dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambing
usus/perut.
·
Uang
Kepeng; adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. uang juga
lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup
dan sumber kehidupan.
·
Sesari;
sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
·
Sampyan
Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona;
Utpeti, Sthiti dan Pralina.
·
Sampyan
pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol
pengerucutan dari indria-indria
Beberapa
Jenis Sesayut
1. Sesayut Payascita Luwih
Terdiri dari sebuah
kulit sesayut (bentuknya bulat terbuat dari daun keapa). Diisi tulung agung
(dibawahnya berbentuk tamas dan dibawahnya berbentuk cili). Didalamnya diisi
nasi serta lauk pauk. Disusuni dengan sebuah tumpeng dan diisi dengan bunga
teratai putih. Disekelelengnya diisi dengan buah penek kecil. 11 buah kuangen,
11 buah tupat kukur/ tipat gelantik, 11 buah tulung kecil atau peras kecil
(alit) pasucian, panyeneng, kelungah kelapa gading, lis, tebu, sampian naga
sari, canang burat wabgi serta dilengkapi dengan jajan, buah-buahan dan lauk
pauk.
2. Sesayut Saraswati
Terdiri dari sebuah
kulit sesayut, diisi penek warna merah, penek warna putih, dan penek warna
hitam. Masing-masing sebuah dan diisi dengan lauk-pauk, pisang, jajan,buah-buahan,tebu,
sampian nagasari, penyeneng dan canang burat wabngi atau canang jenis lainnya.
3. Sesayut Mertha Dewa
Terdiri dari sebuah
kulit sesayut, di atasnya diisi penek dan beras kuning, dialasi dengan takir
(terbuat daridaun kelapa), dilengkapi dengan lauk-pauk,. Jajan, buah-buahan,
sampian nagasari, penyeneng, dan canang genteng atau canang jenis lainnya.
4. Sesayut Sida Karya
Terdiri dari sebuah
kulit sesayut diatasnya diisi nasi berbentuk segi empat bagian tengah-tengah
nasi tersebut diisi sebuah tumpeng yang agak besar. Tumpeng tersebut diapit
dengan tumpeng yang lebih kecil. Pada tumpeng yang paling besar puncaknya diisi
terasi dan pada setiap sudutnya diisi sebuah kuangen. Dilengkpai pula dengan
dua buah tulung dan perlengkapan lainnya yang pada dasarnya sama dengan sesayut
Mertha Dewa tersebut diatas.
5. Sesayut Sida Purna
Terdiri dari sebuah
kulit sesayut, diisi nasi berbentuk bulat. Disebelahnya diisi lima buah penek
masing-masing disisipi pucuk dapdap. Dilengkapi dengan ketipat sida purna lima
buah dan perlengkapan lain seperti tersebut diatas.
6. Sesayut Langgeng Amukti Sakti
Terdiri dari sebuah
kulit sesayut yang diisi sebuah penek. Penek tersebut diisi sebuah kalpika dan
muncuk dapdap (pucuk dapdap). Perlengkapan lainya sama dengan tersebut diatas.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking