Donderdag 16 Januarie 2014

Dasa Aksara



DASA AKSARA
“Sebagai Simbol Aksara Suci Umat Hindu di Bali”

Ni Luh Putu Sri Musiartini Setiawati
Nim : 10.1.1.1.1.3883

Abstrak

            Pengembangan Kebudayaan Bali dalam sastra mempelajari semua pustaka yang mengandung berbagai ajaran ke Tuhanan dan ke Duniaan yang akan dapat memberikan kebahagiaan lahir-bathin kepada pendukungnya yaitu masyarakat Bali Khususnya.
            Dalam mencapai tujuan hidup beragama menurut ajaran agama Hindu. Agama Hindu adalah yang kaya akan lambang atau simbul. Sekecil apa pun simbul itu mengandung makna yang sangat dalam. Selain itu aksara juga sangat besar pengaruhnya dalan kehidupan beragama di Bali.
            Selain itu, dalam buku Krakah Modre Aji Griguh (Kaler, v) dijelaskan mengenai tiga macam aksara di atas, yaitu :
1.    Wreçastra, yang digunakan untuk menulis bahasa Bali lumbrah, misalnya Urak, Pipil, Pangeling-eling dan sejenisnya.
2.    Cwalalita, aksara untuk menuliskan Bahasa Kawi dan lainnya lagi.
3.    Modre, adalah bagian kedyatmikan, misalnya : Japa Mantra, Perlambang (simbul) dalam keagamaan, upacara dan yang berhubungan dengan dunia kegaiban, doa-doa dan pengobatan.
            Aksara Modre ini yaitu aksara mati karena banyak dengan busana (pegangge). Aksara Modre inilah yang dimaksud dengan Aksara Suci dalam Agama Hindu salah satunya adalah Dasa Aksara.
            Menurut lontar atau buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), Dasa Aksara ini terdiri atas 10 aksara suci atau Wijaksara, yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Kesepuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa, dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau sepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat yang bunyinya sebagai berikut : sabatai nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa (nama Siwa ya), karena Umat Hindu di Bali atau Indonesia pada umumnya adalah penganut ajaran Siwaisme (Siwa Siddhanta).
            Dalam buku Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta 1 (Gunawan, 2012 : 38) menjelaskan pengertian Siva Siddhanta, berasal dari Siddhanta artinya akhir dari sesuatu yang telah dicapai, yang maksudnya adalah sebuah kesimpulan dari ajaran yang sudah mapan. Ajaran ini merupakan hasil dari akulturasi dari banyak ajaran Agama Hindu
            Dasa Aksara merupakan aksara yang suci, karena suci itulah tidak sembarang orang bisa mempelajari Dasa Aksara. Dalam buku Aksara Bali dalam Usada (Nala, 2006 : 107) menjelaskan bahwa bagi mereka yang ingin mempelajari Dasa Aksara ini untuk memahami inti ajarannya dengan benar dan mampu meresapkan ke dalam sanubarinya harus melalui suatu upacara yang disebut Pawintenan Sastra Mautama (Maha Utama),
            Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksara ini bersemayam pula di tempat para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan lambing warna, senjata dan simbul perwujudannya (Nala, 2006 : 108).
            Maka dari itu, karena ketinggian nilainya, maka Dasa Aksara itu dituliskan pada alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusia Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana) dan pada sarana lain yang diharapkan mempunyai jiwa dan makna yang penting dan suci bagi Umat Hindu.
            Dasa Aksara terbagi atas dua buah kelompok yang disebut Panca Brahma (agni, api) dan Panca Tirta (apah, air). Panca Brahma terdiri atas aksara Sang, Bang, Tang, Ang, dan Inga tau Sa-ba-ta-a-i. Sedangkan  Panca Tirta terdiri. Atas aksara Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang, atau Na-ma-Si-wa-ya. Kelima aksara suci yang membentuk baik Panca Brahma maupun Panca Tirta tidak disebut sebagai Panca Aksara (Nala, 2006 : 110).


I      PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Bali memiliki begitu banyak daya tarik, pada umumnya Bali sangat menarik disebabkan oleh keindahan alamnya, terutama oleh kesenian, sastra dari penduduknya.
            Pengembangan Kebudayaan Bali dalam sastra mempelajari semua pustaka yang mengandung berbagai ajaran ke Tuhanan dan ke Duniaan yang akan dapat memberikan kebahagiaan lahir-bathin kepada pendukungnya yaitu masyarakat Bali Khususnya.
            Jalan yang dilaksanakan di Bali terutama yang menganut agama Hindu, tidak dapat dibedakan dari jalan karma  dan jalan bhakti (karma marga dan bhakti marga), dalam mencapai tujuan hidup beragama menurut ajaran agama Hindu. Agama Hindu adalah yang kaya akan lambang atau simbul. Sekecil apa pun simbul itu mengandung makna yang sangat dalam. Selain itu aksara juga sangat besar pengaruhnya dalan kehidupan beragama di Bali.
            Alangkah indahnya dan magisnya agama Hindu yang kita anut ini, yang mengandung penuh kehalusan seni budaya,falsafah-falsafah keagungan budi, yang sesungguhnya senantiasan menempa dan membesarkan jiwa kita.
            Agama Hindu adalah agama yang kaya akan lambang atau Simbul, sekecil apa pun simbul itu mengandung arti yang sangat dalam. Dalam buku UPADESA Tentang Ajaran-ajaran Agama Hindu menyebutkan bahwa Simbul-simbul prateka-prateka atau pratima-pratima yang menyimbulkan manifestasi-manifestasi Hyang Widhi dalam wujud yang kita bayangkan sendiri membawa pikiran kita kepada persatuan dengan Hyang Widhi hal mana adalah perupakan penyucian yang utama.
            Oleh karena itu memang sewajarnyalah simbul-simbul itu dikeramatkan. Bahwa simbul-simbul itu adalah penolong yang besar kearah penyatuan pikiran kepada Hyang Widhi. Demikian pula simbul-simbul atau pratima-pratima itu bukanlah Hyang Widhi tetapi juga dapat menolong menciptakan persatuan jiwa dengan Hyang Widhi dalam suasana kesucian.
            Dalam buku Fungsi Dan Manfaat Rerajahan (Jaman, 1999:iii) mmenjelaskan menurut  prof. DR. Poerbacaraka Aksara yang pertama-tama masuk ke Indonesia adalah Aksara Palawa yaitu pada abad ke IV Masehi. Kemudian baru disusul oleh Aksara Devanagari. Dari Aksara Devanagari inilah timbul Aksara Kavi. Dari Aksara Kavi ini timbul Aksara Kuna dan Bali Kuna. Dari proses tersebut timbul Aksara Bali. Aksara Bali yang biasa ada dua jenis yaitu Aksara Wreastra dengan 18 huruf untuk menulis bahasa Bali lumrah atau umum, dan Aksara Swalalita terdiri dari 47 huruf yaitu 14 huruf vokal dan 33 huruf konsonan. Aksara Swalalita digunakan untuk menulis bahasa Kavi dan bahasa Sansekerta. Aksara Sakral dikenal dengan Aksara MODRE untuk menulis hal-hal yang berisikan magis.
            Aksara Modre inilah yang dimaksud dengan Aksara Suci dalam Agama Hindu, salah satunya adalah Dasa Aksara yang terdiri dari sepuluh buah yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG.

II    PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Dasa Aksara
            Menurut Prof. Dr. Tjok Rai Sudharta MA, (SARAD No.36/2003) perjalanan Agama Hindu sampai di Indonesia ternyata tidak semua langsung datang atau dibawa dari India. Agama Hindu di India sendiri menyentuh Nepal, sehingga bangunan Meru yang ada disana sama dengan yang ada di Bali. Lalu meyentuh juga Tibet, sehingga sarana genta dan petanganan mudra yang dipakai Sulinggih di Bali juga dipakai di Tibet. Kemudian menuju Asia Tenggara, Cina, sampai menyeberang ke Kalimantan Timur (Kutai). Oleh karena itu ada sarana uang kepeng atau jinah bolong, dupa dan uluntaga. Itulah berbagai jenis simbul yang kini ditemukan dan dipergunakan di Bali. (Suhardana, 2006 : 90)
            Dalam buku Dasar-dasar Kepemangkuan (Suhardana, 2006 : 90), menjelaskan mengenai simbul lain dalam bentuk huruf atau aksara di Bali dikenal ada tiga macam aksara, yaitu :
1.    Aksara Wrestra. Aksara ini digunakan dalam bahasa Bali lumrah berdasarkan hanacaraka yang berjumlah 18 aksara.
2.    Aksara Swalalita. Aksara ini digunakan dalam sastra Jawa Kuno, berjumlah 35 aksara, hamper sama dengan aksara dalam bahasa Sanskerta.
3.    Aksara Modre. Aksara ini digunakan untuk kadyatmikan seperti untuk japa, mantra, lambang-lambang keagamaan, upacara yang berhubungan dengan dunia kegaiban dan pengobatan (usada)
            Selain itu, dalam buku Krakah Modre Aji Griguh (Kaler, v) dijelaskan mengenai tiga macam aksara di atas, yaitu :
1.    Wreçastra, yang digunakan untuk menulis bahasa Bali lumbrah, misalnya Urak, Pipil, Pangeling-eling dan sejenisnya.
2.    Cwalalita, aksara untuk menuliskan Bahasa Kawi dan lainnya lagi.
3.    Modre, adalah bagian kedyatmikan, misalnya : Japa Mantra, Perlambang (simbul) dalam keagamaan, upacara dan yang berhubungan dengan dunia kegaiban, doa-doa dan pengobatan.
            Aksara Modre ini yaitu aksara mati karena banyak dengan busana (pegangge). Aksara Modre inilah yang dimaksud dengan Aksara Suci dalam Agama Hindu salah satunya adalah Dasa Aksara.
            Menurut lontar atau buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), Dasa Aksara ini terdiri atas 10 aksara suci atau Wijaksara, yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Kesepuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa, dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau sepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat yang bunyinya sebagai berikut : sabatai nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa (nama Siwa ya), di antara para dewa, Sang Hyang Siwa paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali, karena kebanyakan dari mereka menganut ajaran Siwa Siddhanta. Dewa-dewa yang lain tetap dihormati, tetapi tidaklah semulia dewa Sang Hyang Siwa, karena dewa tersebut merupakan perwujudan Dewa Siwa juga ketika sedang melaksanakan fungsi atau tugasNya. (Nala, 2006 : 107)
            Dalam kaitan dengan Aksara Suci ini, selanjutnya dapat dijelaskan demikian, karena Umat Hindu di Bali atau Indonesia pada umumnya adalah penganut ajaran Siwaisme (Siwa Siddhanta).
            Dalam buku Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta 1 (Gunawan, 2012 : 38) menjelaskan pengertian Siva Siddhanta, berasal dari Siddhanta artinya akhir dari sesuatu yang telah dicapai, yang maksudnya adalah sebuah kesimpulan dari ajaran yang sudah mapan. Ajaran ini merupakan hasil dari akulturasi dari banyak ajaran Agama Hindu, didalamnya kita temukan ajaran Weda, Upanisad, Dharmasastra, Darsana (terutama Samkya Yoga), Purana dan Tantra. Ajaran dari sumber-sumber tersebut berpadu dalam ajaran Tattwa yang menjadi jiwa atau intisari Agama Hindu di Bali.
            Karena sebagian besar masyarakat menganut  ajaran Siwa Siddhanta, maka yang menonjol adalah aksara Modre yang dipergunakan oleh penganut ajaran ini. Aksara Suci tersebut diantaranya adalah sepuluh aksara, yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG, ke sepuluh aksara inilah yang dinamai “Dasa Aksara” yang dipandang suci dan sakti.

2.2  Dasa Aksara sebagai Simbol Aksara Suci Umat Hindu di Bali
            Dasa Aksara merupakan aksara yang suci, karena suci itulah tidak sembarang orang bisa mempelajari Dasa Aksara. Dalam buku Aksara Bali dalam Usada (Nala, 2006 : 107) menjelaskan bahwa bagi mereka yang ingin mempelajari Dasa Aksara ini untuk memahami inti ajarannya dengan benar dan mampu meresapkan ke dalam sanubarinya harus melalui suatu upacara yang disebut Pawintenan Sastra Mautama (Maha Utama), suatu upacara untuk penyucian diri, baik sthula sarira (jasmani) maupun suksma sarira (rohani). Bila ini tidak dilaksanakan maka kemungkinan akan mendapat halangan dalam proses pembelajarannya, sehingga tidak mencapai apa yang dituju, sebagai Balian Usada.
            Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksara ini bersemayam pula di tempat para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan lambing warna, senjata dan simbul perwujudannya (Nala, 2006 : 108).
            Aksara Sang di dalam badan manusia atau bhuana alit malinggih di jantung, di jagat raya atau bhuana agung brada di arah timur (purwa), dengan dewanya Sang Hyang Iswara, serta lambang warnanya putih. Aksara Bang di  bhuana alit berada di hati, di bhuana agung posisinya di arah selatan (daksina), dengan Sang Hyang Brahma sebagai batara atau dewanya, serta lambang merah warnanya. Aksara Tang di bhuana alit berada di ungsilan atau buah pinggang, di bhuana agung bersemayam di barat, dengan Sang Hyang Mahadewa sebagai dewanya dan lambangnya berwarna kuning. Demikian penjelasan seterusnya untuk aksara ang, ing, nang, mang, sing, wang, dan yang (Nala, 2006 : 109).
            Aksara Ang, Ung, dan Mang disingkat AUM atau OM dan dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa (Trimurti atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui baik oleh aliran Siwa maupun Buddha. Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti, Sthiti dan Pralina yaitu lahir, hidup dan mati (Suhardana, 2006 : 91)
            Aksara SA (SANG) adalah simbul Dewa Iswara. Aksara BA (BANG) adalah simbul Dewa Brahma. Aksara TA (TANG) adalah simbul Dewa Mahadewa. Aksara A (ANG) adalah simbul Dewa Brahman. Aksara I (ING) adalah simbul Dewa Siwa. Sedangkan aksara NA (Nang) adalah simbul Dewa Mahesora. Aksara MA (MANG) adalah simbul Dewa Rudra. Aksara SI (SING) adalah simbul Dewa Sangkara. Aksara WA (WANG) adalah simbul Dewa Sambu. Kemudian aksara YA (YANG) adalah simbul Bhatara Guru. Demikianlah Dasa Aksara mempunyai makna yang amat penting karena merupakan simbul atau lambang dari para Dewa sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi (Suhardana, 2006 : 91).
            Maka dari itu, karena ketinggian nilainya, maka Dasa Aksara itu dituliskan pada alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusia Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana) dan pada sarana lain yang diharapkan mempunyai jiwa dan makna yang penting dan suci bagi Umat Hindu.

2.3  Tabel Dasa Aksara
            Berikut tabel dari Dasa Aksara yang merupakan modifikasi dari isi lontar Krakah Modre, sebagai berikut :
No
Bunyi Wijaaksara
Linggih di Bhuana Alit
Linggih di Bhuana Agung
Dewa Batara
Warna
1
Sang
Papusuhan Jantung (hrdaya)
Timur (purwa) sang
Hyang Iswara
Putih
2
Bang
Ati Hati (yakrta)
Selatan (daksina) Sang
Hyang Brahma
Merah
3
Tang
Ungsilan Buah pinggang (verkka)
Barat (pascima)
Sang Hyang Mahadewa
Kuning
4
Ang
Ampru Empedu (tikta)
Utara (uttara)
Sang Hyang Wisnu
Hitam
5
Ing
Tengahing ati Pertengahan hati (yakrt)
Tengah (madya)
Sang Hyang Siwa
Nila
6
Nang
Peparu paru (puphusa)
Tenggara (agneya)
Sang Hyang Maheswara
Dadu
7
Mang
Usus (srota)
Barat daya (neriti)
Sang Hyang Rudra
Jingga
8
Sing
Limpa (phila)
Barat laut (wayabya)
Sang Hyang Sangkara
Hijau
9
Wang
Ineban Kerongkongan (mahasrota)
Timur laut (ersania)
Sang Hyang Sambu


Biru
10
Yang
Susunan rangkaian hati (yakrthrdaya)
Tengah (madya)
Sang Hyang Guru
Panca Warna

            Dasa Aksara terbagi atas dua buah kelompok yang disebut Panca Brahma (agni, api) dan Panca Tirta (apah, air). Panca Brahma terdiri atas aksara Sang, Bang, Tang, Ang, dan Inga tau Sa-ba-ta-a-i. Sedangkan  Panca Tirta terdiri. Atas aksara Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang, atau Na-ma-Si-wa-ya. Kelima aksara suci yang membentuk baik Panca Brahma maupun Panca Tirta tidak disebut sebagai Panca Aksara (Nala, 2006 : 110).

III   PENUTUP
3.1  Simpulan
            Dari materi yang telah di uraikan, dapat disimpulkan bahwasanya Agama Hindu adalah agama yang kaya akan lambang atau Simbul, sekecil apa pun simbul itu mengandung arti yang sangat dalam. Dalam buku Fungsi Dan Manfaat Rerajahan (Jaman, 1999:iii) mmenjelaskan menurut  prof. DR. Poerbacaraka Aksara yang pertama-tama masuk ke Indonesia adalah Aksara Palawa yaitu pada abad ke IV Masehi.
            Kemudian baru disusul oleh Aksara Devanagari. Dari Aksara Devanagari inilah timbul Aksara Kavi. Dari Aksara Kavi ini timbul Aksara Kuna dan Bali Kuna. Dari proses tersebut timbul Aksara Bali. Aksara Bali yang biasa ada dua jenis yaitu Aksara Wreastra dengan 18 huruf untuk menulis bahasa Bali lumrah atau umum, dan Aksara Swalalita terdiri dari 47 huruf yaitu 14 huruf vokal dan 33 huruf konsonan. Aksara Swalalita digunakan untuk menulis bahasa Kavi dan bahasa Sansekerta. Aksara Sakral dikenal dengan Aksara MODRE untuk menulis hal-hal yang berisikan magis.
            Aksara Modre inilah yang dimaksud dengan Aksara Suci dalam Agama Hindu, salah satunya adalah Dasa Aksara yang terdiri dari sepuluh buah yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksara ini bersemayam pula di tempat para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan lambing warna, senjata dan simbul perwujudannya

3.2  Saran
       Saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi penyempurnaan jurnal ini. Agar jurnal yang penulis buat bisa lebih sempurna dan bermanfaat bagi pembaca.

Daftar Pustaka
Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta I. Singaraja
                 : IHDN.
Jaman, I Gede. 1999. Fungsi dan Manfaat RERAJAHAN DALAM KEHIDUPAN.
                 Surabaya : PARAMITA.
Nala, Ngurah. 2006. Aksara Bali dalam USADA. Surabaya : Paramita
Suhardana, K.M. 2006. Dasar-dasar Kepemangkuan. Surabaya : Paramita.





                

           
           

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking