Donderdag 16 Januarie 2014

UTS Siva Siddhanta Smstr V

Nama      : Ni Luh Putu Sri Musiartini Setiawati
Nim         : 10.1.1.1.1.3883
Jurusan   : PAH/B V
Mk                  : Siva Siddhanta II

UTS SIVA SIDDHANTA II

Soal
1.1  Jelaskan tentang pengertian Canang Sari, Daksina, Peras, Sesanyut, Ajuman, dan Pejati serta konsep kristalisasi terhadap Siva Siddhanta?
1.2  Sebutkan Mantra dari Canang Sari, Daksina, dan Peras ?

Jawab
1.1  Pengertian Canang Sari, Daksina, Peras, Sesanyut, Ajuman, dan Pejati ?
1.1.1    Canang Sari
canang sari
       Canang Sari merupakan sarana yang terpenting, karena canang ini merupakan uapakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada  Tuhan atau Bhatara Bhatari leluhur yang sering kita gunakan dalah sehari-hari. Disetiap banten apapun yang kita akan persembahkan ke pada Bhatara-Bhatari selalu diisi Canang Sari, karena Canang Sari merupakan komponen inti dari suatu Banten.
       Canang Sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih. Canang berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan mengenai bentuk dan fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan kegiatan upakara yang dilaksanakan.
       Adapun perlengkapan daripada Canang itu antara lain sebagai alasnya dipakai Ceper, atau daun pisang yang berbentuk segi empat. Di atasnya berturut-turut di susun perlengkapan yang lain seperti : Pelawa, Porosan ysng terdiri dari salah satu atau dua potong sirih, di dalamnya diisi kapur dan pinang, lalu dijepit dengan sepotong janur di atasnya diisi dengan tangkih atau kojong dari janur yang bentuknya bundar disebut Urassari dapat pula ditambahkan dengan pandan harum yang diisi dengan wangi-wangian (Rai Sudharta, dkk, 1992:6)
       Unsur-unsur pokok dari Canang Sari adalah :
1)    Canang memakai alas berupa "ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan "Ardha Candra" (bulan).

2)    Porosan
IMG0531A
       Porosan terdiri dari pinang, kapur dibungkus dengan sirih. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam manifestasi sebagai Sang Hyang Tri Murti. Pinang lambang pemujaan kepada Dewa Brahma, Sirih lambang pemujaan kepada Dewa Wisnu, Kapur lambang pemujaan kepada Dewa Siwa. Tiga manifestasi inilah yang amat terkait dengan kehidupan umat manusia dalam sehari-hari (Rai Sudharta, dkk, 1992:6)

3)    Plawa
       Dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Plawa adalah lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci. Jadi dalam memuja Tuhan sesuai dengan manifestasinya sebagai Tri Murti, harus dengan usaha menumbuhkan pikiran yang suci hening(Rai Sudharta, dkk, 1992:8)
       Karenan pikiran yang tumbuh dari kesucian dan keheningan itulah yang akan dapat menangkal pengaruh-pengaruh buruk dari bafsu duniawi. Pikiran yang suci dan hening inilah yang dapat menarik atau menurunkan karunia Tuhan (Rai Sudharta, dkk, 1992:8)
4)    Jejahitan, reringgitan dan tetuasan
       Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran (Rai Sudharta, dkk, 1992:9)

5)    Urassari
       Letak Urassari dalam canang adalah di atas Plawa, Porosan, Tebu kekiping, Pisang dan lain-lainnya, yang dihiasi dengan ceper. Di atas Urassari ini diisi bunga-bungaan. Adapun dari pada Urassari tersebut kalau kita amati, berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana daripada Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi (Rai Sudharta, dkk, 1992:10)
       Urassari yang tersusun dengan jejahitan, reringgitan dan tetuasan itu akan kelihatan berbentuk lingkaran “Padma Astadala”. Padma Astadala adalah lambang stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan delapan penjuru anginnya (Rai Sudharta, dkk, 1992:10)

6)    Bunga
       Bunga merupakan lambang keiklasan. Memuja tuhan tidak boleh ragu-ragu, harus didasarkan pada keiklasan yang benar-benar tulus datang dari lubuk hati yang paling dalam dan suci. Keiklasan merupakan kebutuhan dari pertumbuhan jiwa yang sehat. Dalam hidup kita harus mampu mengiklaskan  diri dari berbagai ikatan duniawi(Rai Sudharta, dkk, 1992:8). Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Urutan meletakkan Bunga sesuai dengan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
       Bunga berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.
       Bunga berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.
       Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
       Bunga berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.
       Bunga Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).

       Konsep penyatuan Canang Sari terhadap Siva sinddhanta adalah dari penyatuan antara bahan-bahan yang ada, seperti Ceper, Porosan yang tediri dari pinang, kapur dibungkus dengan sirih melambangkan pemujaan kepada Yang Maha Kuasa dalan manifestsinya sebagai Sang Hyang Tri Murti. Bahan selanjutnya dari Canang Sari adalah Plawa, Jejahitan, Urassari, Bunga yang dijadikan satu dalam bentuk Canang Sari, maka dari sinilah telah ditengkan konsep penyatuan dari Sekte-sekte dalam Siva Siddhanta yaitu Sekte Siwa, Brahma dan Waisnawa.

1.1.2    Daksina
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUkn0E-SXBAFLO8YXb8FCBuX2qRO9p0k13EiqtVKoa_QrtalxTb1yZdAdqc6WpNcf34bROKKt6_GkUhyphenhyphenuC4Nghr3obqm2As-X4Rg-cMyey45LdzW-3cgveIOFV2lKi07ybhkdnoUQ_Q6Mi/s320/daksina_offering.jpg
       Menurut artinya daksina adalah tapakan dari Ida Sang Hyang Widhi dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan perwujudanNya. Lain daripada itu daksina juga merupakan buah daripada yadnya (Surayin, 2002:68)
       Kalau kita lihat fungsi daksina yang diberikan kepada yang muotu karya (Pedanda atau Pemangku), sepertinya daksina tersebut sebagai ucapan tanda “terima kasih” kepada sekala-niskala. Begitu pula kalau daksina itu kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai pelengkap aturan kita dan sembah sujud kita atas semua karunia-Nya (Surayin, 2002:68-69).
       Isi tetandingan Daksina diurut dari isi terbawah hingga diatas yaitu:
1)    Alas bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
2)    Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina; terbuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan ).
3)   Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos. tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik.
4)   Beras; yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva).
5)   Sirih temple / Porosan; terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih – siwa) dan pinang (merah – brahma) diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan.
6)   Kelapa; adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.
7)   Telor Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira. dipakai telur itik karena itik dianggap suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan terbang bila perlu).
8)   Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Dalam tetandingan Pisang melambangkan jari, Tebu belambangkan tulang.
9)   Buah Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan).
10) Buah kluwek/Pangi; lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu.
11) Gegantusan; merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan kraras/daun pisang tua adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
12) Papeselan yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak / mangga lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
13) Bija ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya; godem (hitam – wisnu), Jawa (putih – iswara), Jagung Nasi (merah – brahma), Jagung Biasa (kuning – mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun – siwa). kesemuanya itu dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).
14) Benang Tukelan; adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina. dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambing usus/perut.
15) Uang Kepeng; adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. uang juga lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
16) Sesari; sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha).
17) Sampyan Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
18) Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria.
       Ada 5 macam daksina yaitu : Daksina Alit, Daksina Pekala-kalaan, Daksina Krepa, Daksina Gede, Daksina Galakan atau Pemopog.
       Dari keterangan di atas, sudah tampak jelas sekali bahwa Daksina merupakan simbolis dari Kristalisasi seluruh sekte ke dalam Siva Siddhanta. Hal ini bisa dilihat dari semua bahan yang digunakan dalam pembuatan Daksina Seperti Porosan, beras, sirih dll yang telah menyatu dalam satu wadah yaitu Daksina.

1.1.3    Peras
       Dalam suatu upakara Yadnya, banten yang digunakan pastilah ada sebuah peras. Peras menandakan keberhasilan suatu upakara yadnya. Dalam buku Panca Yadnya (1995:101) dijelaskan bahwa dalam lontar yadnya prakerti disebutkan bahwa peras adalah lambang Hyang Tri Guna Sakti. Dalam pemakaian sehari-hari peras ini dipergunakan pula sebagai lambang keberhasilan.
       Kiranya kata “peras” dapat diartikan “sah” atau resmi, umpama: “meras anak” mengesahkan anak; “Banten pemerasan”, yang dimaksud adalah sesajen untuk mengesahkan anak/cucu; Dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya “tan perasida” yang mungkin dapat diartikan “tidak sah”. Oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu (Putra, 2003:29).
       Dalam buku Panca Yadnya (1995:101) dijelaskan mengenai bahan pembuatan dan perlengkapan Peras sebagai berikut : alasnya terbuat dari taledan dan diatasnya diisi kulit peras dari janur atau daun kelapa yang sudah tua. Kemudian diisi dengan sedikit beras, base tampel , benang putih. Dalam upacara tertentu juga diisi dengan uang kepeng 2 buah atau petunjuk tukang banten, selanjutnya diatasnya diisi 2 buah tumpeng, lauk pauk, jajan, buah-buahan, sampian peras, canang genten. Sebagai tempat lauk-pauknya kadang-kadang dipakai kojong perangkatan yaitu beberapa buah kojong yang dirangkai jadi satu.
       Konsep penyatuan yang ada dalam Banten Peras ialah penyatuan dari sekte waisnawa yang disimbolkan dalam bentuk beras. Beras merupakan bahan dari Peras. Selain itu terdapat canang genten yang merupakan kristalisasi Siva Siddhanta dari sekte Brahmana, Siwa, Waisnawa seperti yang telah di jelaskan dalam konsep kristalisasi Siva Siddhanta didalam canang sari.

1.1.4    Sesanyut
       Menurut Wijayananda, dalam bukunya Tetandingan Lan Sorohan Banten (2003: 8) menjelaskan bahwa banten sesayut berasal dari kata “sayut” atau “nyayut” dapat diartikan mempersilakan atau mensthanakan, karena sayut disimbulkan sebagai lingga dari Ista Dewata, sakti dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kulit sesayut bentuknya sama dengan tamas, hanya bedanya di tengah-tengah kulit sesayut terdapat isehan. Ada dua jenis sampian sesayut, yaitu sampian sesayut untuk banten yang menggunakan tamas, dan sesayut yang menggunakan nampan atau ngiu. Sampian sesayut untuk banten tamas hampir sama dengan sampian plaus yang kedua tangkihnya digabungkan, sehingga berbentuk huruf V berjumlah dua buah lalu digabungkan. Sedangkan sesayut yang menggunakan nampan bentuknya bundar dengan menggunakan potongan jejahitan sebanyak 8 buah. 
       Dalam buku Panca Yadnya (1995:98) disebutkan beberapa jenis Sesayut yaitu:
1)    Sesayut Payascita Luwih
       Terdiri dari sebuah kulit sesayut (bentuknya bulat terbuat dari daun keapa). Diisi tulung agung (dibawahnya berbentuk tamas dan dibawahnya berbentuk cili). Didalamnya diisi nasi serta lauk pauk. Disusuni dengan sebuah tumpeng dan diisi dengan bunga teratai putih. Disekelelengnya diisi dengan buah penek kecil. 11 buah kuangen, 11 buah tupat kukur/ tipat gelantik, 11 buah tulung kecil atau peras kecil (alit) pasucian, panyeneng, kelungah kelapa gading, lis, tebu, sampian naga sari, canang burat wabgi serta dilengkapi dengan jajan, buah-buahan dan lauk pauk.

2)    Sesayut Saraswati
       Terdiri dari sebuah kulit sesayut, diisi penek warna merah, penek warna putih, dan penek warna hitam. Masing-masing sebuah dan diisi dengan lauk-pauk, pisang, jajan,buah-buahan,tebu, sampian nagasari, penyeneng dan canang burat wabngi atau canang jenis lainnya.


3)    Sesayut Mertha Dewa
       Terdiri dari sebuah kulit sesayut, di atasnya diisi penek dan beras kuning, dialasi dengan takir (terbuat daridaun kelapa), dilengkapi dengan lauk-pauk,. Jajan, buah-buahan, sampian nagasari, penyeneng, dan canang genteng atau canang jenis lainnya.

4)    Sesayut Sida Karya
       Terdiri dari sebuah kulit sesayut diatasnya diisi nasi berbentuk segi empat bagian tengah-tengah nasi tersebut diisi sebuah tumpeng yang agak besar. Tumpeng tersebut diapit dengan tumpeng yang lebih kecil. Pada tumpeng yang paling besar puncaknya diisi terasi dan pada setiap sudutnya diisi sebuah kuangen. Dilengkpai pula dengan dua buah tulung dan perlengkapan lainnya yang pada dasarnya sama dengan sesayut Mertha Dewa tersebut diatas.

5)    Sesayut Sida Purna
       Terdiri dari sebuah kulit sesayut, diisi nasi berbentuk bulat. Disebelahnya diisi lima buah penek masing-masing disisipi pucuk dapdap. Dilengkapi dengan ketipat sida purna lima buah dan perlengkapan lain seperti tersebut diatas.

6)    Sesayut Langgeng Amukti Sakti
       Terdiri dari sebuah kulit sesayut yang diisi sebuah penek. Penek tersebut diisi sebuah kalpika dan muncuk dapdap (pucuk dapdap). Perlengkapan lainya sama dengan tersebut diatas.
       Konsep penyatuan Siva Sinddhanta di dalam banten Sesayut, tertera didalam runtutan penyatuan dari bahan-bahan yang di gunakan untuk membuat banten sesayut tersebut, serta dari berbagaimacam sesanyut yang ada. Karena semua bahan yang digunakan untuk membuat Sesayut akan menyatu menjadi satu dalam bentuk banten Sesayut, inilah yang menandakan luluhnya paham seluruh sekte yang ada kedalam banten Sesayut tersebut.



.1.5 Ajuman
       Ajuman disebut juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain. Dalam buku Panca Yadnya (1995:101) dijelaskan beberapa jenis upacara tertentu penek atas untek tersebut diberi kunir sehingga sering disebut ajuman putih kuning.
       Unsur-unsur dalam banten Ajuman :
1.    Tamas atau Taledan
2.    Buah pisang
3.    Jajan
4.    Lauk-pauk
5.    Buah-buahan
6.    Nasi berbentuk penek (bundar) 2 buah,
7.    Rerasmen yang dialasi Tri Kona
8.    Sampyan plaus/petangas/Sampian Soda
9.    Canang sari/Canang Genten
       Semua unsur tersebut akan di satukan menjadi banten ajuman. Taledan tersebut akan diisi dua buah penek (nasi berbentuk) dilengkapi dengan  buah pisang, jajan, lauk-pauk, buah-buahan lalu dilengkapi rerasmen yang dialasi Tri Kona, sampian dan Canang genten. Semua persembahan ini merupakan persembahan hasil kerja keras dan rasa syukur kepada Ide Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah memberikan anugrahnnya kepada kita semua dan Sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
       Semua unsur yang ada dalam banten Ajuman merupakan simbolis dari penyatuan seluruh sekte yang ada. Semua sekte luluh ke dalam Siva Siddhanta, sama halnya seperti unsur-unsur yang ada dalam banten Ajuman telah luluh menjadi satu dalam bentuk banten Ajuman.





1.1.6    Pejati
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCaaBNacsqyRAen-4oZLZmn2cmROKQrLL6W-zOWsEtS-ZzNoT2tkYtWU9pN-Wkdi_vQ7fiwms6N462gObQk1rjmos5aE1XL8fVqGvalGyn3XA1e3pcJj3BK8WLN37HeJoLCAeqL1aK3hhR/s320/PEJATI.jpg
       Banten pejati adalah nama Banten atau (upakara), sesajen yang sering dipergunakan sebagai sarana untuk mempermaklumkan tentang kesungguhan hati akan melaksanakan suatu upacara, dipersaksikan ke hadapan Hyang Widhi dan prabhavaNya.
Dalam “Lontar Tegesing Sarwa Banten”, dinyatakan:
Banten mapiteges pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang
Artinya:
Banten itu adalah buah pemikiran artinya pemikiran yang lengkap dan bersih.
       Bila dihayati secara mendalam, banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.
       Pejati berasal bahasa Bali, dari kata “jati” mendapat awalan “pa”. Jati berarti sungguh-sungguh, benar-benar. Banten pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña.
       Adapun unsur-unsur banten pejati, yaitu:
1.      Daksina
2.      Banten Peras,
3.      Banten Ajuman/Soda
4.      Ketupat Kelanan
5.      Penyeneng/Tehenan/Pabuat
6.      Pesucian Pesucian
7.      Segehan alit

Sarana yang Lain
·         Daun/Plawa; lambang kesejukan.
·         Bunga; lambang cetusan perasaan
·         Bija; lambang benih-benih kesucian.
·         Air; lambang pawitra, amertha
·         Api; lambang saksi dan pendetanya Yajna.

       Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang membentuk ketupat kelanan:
Alasnya tamas/taledan atau ceper, kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya, enam buah ketupat, rerasmen/lauk pauk + 1 butir telor mateng dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan palus/petangas, canang sari. Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.

Siapa yang menerima Banten pejati ?
Banten Pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu
·         Peras kepada Sanghyang Isvara
·         Daksina kepada Sanghyang Brahma
·         Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
·         Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva

Penjelasan Bahan Banten Pejati Menurut Lontar Tegesing Sarwa Banten;
Mengenai rerasmen: “ Kacang, nga; ngamedalang pengrasa tunggal, komak, nga; sane kakalih sampun masikian”. Artinya: Kacang-kacangan menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak yang berbelah dua itu sudah menyatu. 
Ulam, nga; iwak nga; hebe nga; rawos sane becik rinengo”. Artinya: Ulam atau ikan yang dipakai sarana rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.
Mengenai buah-buahan; “ Sarwa wija, nga; sakalwiring gawe, nga; sana tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin ring kahuripan”. Artinya: Segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan, yaiyu perbuatan yang tiga macam itu (Tri Kaya Parisudha), menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada kehidupan.
Mengenai Kue/Jajan: “ Gina, nga; wruh, uli abang putih, nga; lyang apadang, nga; patut ning rama rena. Dodol, nga; pangan, pangening citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra, Bantal, nga; phalaning hana nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan”. Artinya; Gina adalah lambang mengetahui, Uli merah dan Uli putih adalah lambang kegembiraan yang terang, bhakti terhadap guru rupaka/ ayah-ibu, Dodol adalah lambang pikiran menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari sastra, Bantal adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak, dan Satuh adalah lambang patut yang ditirukan.
       Mengenai bahan porosan: “ Sedah who, nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang mitra, kasih kumasih”. Artinya: Sirih dan pinang itu lambang dari yang membuatnya kesejahteraan/kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya yang baik, cocok dengan keadaannya, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan berkawan.
       Konsepsi penyatuan Siva Sinddhanta telah tersimboliskan kedalam banten Pejati. Unsur-unsur yang ada tersebut telah menjadi satu dan membentuk banten Pejati. Unsur-unsur yang telah menyatu tersebut memberikan simbolis bahwa seluruh sekte yang ada telah luluh kepada Siva Siddhanta.

1.2  Mantra Canang Sari, Daksina, dan Peras !
1.2.1    Mantra Canang Sari
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Oṁ shri Deva Devi Sukla ya namah svaha

1.2.2    Mantra Daksina
Om dasa dasi Daksina tattwa
Sanjnanam suddha ya namah

Om Pukulun Dewa Wisnu
Alinggih aneng sesantun daksina
Guru Dewa asung nugraha
Salwiring pinuja dening ingsun

Wastu purna jati
Tan mamiruda ring sariran ingsun
Om siddhirastu tat astu namah swaha

Om Yad yat sadasinam karma
Tat tad yajna iti smrtam
Wrtha hyadaksino yajno
Yadna patni hi daksina
(Suhardana, 2006:276-277)

1.2.3    Mantra Peras
Om Ekawara Dwiwara Triwara Caturwara Pancawara Purwa pras prasiddha rahayu.
Om Panca ware bhawet brahma
          Wisnu saptawara waca
          Sad wareswaro dewasca
          Asta ware siwo jneyah
Om karam ucyate sarwa pras. Pras-parisuddhaya nama swaha.
Om sapta ware te warna karana
          Aditya tu Mahadewa
          Soma Waisrawana tatha.
          Anggara tu punah Sukra
Budha Wisnu tathaiwa ca
Brahma Wraspati Caiwa
Sukra Waruna ewa ca
Saniscara Yamas caiwa
          Wraspati pinaka wit
          Soma pinaka bungkah
          Anggara pinaka godong
          Buda pinaka kembang
          Sukra pinaka who
          Saniscara pinaka kulit
          Aditya pinaka warna


DAFTAR PUSTAKA

Putra, Mas. 2003. Upakara-Yadnya. Denpasar : Parisadha Hindu Dharma.
Rai Sudharta, Tjokorda, dkk. 1992. Arti dan Fungsi Sarana Upakara. Denpasar :
                        PHDI.
Suhardana, K.M. 2006. Dasar-Dasar Kepemangkuan. Surabaya:Paramita.
Surayin, Ida Ayu Putu. 2002. Seri I Upakara Yajna, Melangkah ke Arah Persiapan
                        Upakara-Upakara Yajna. Surabaya:Paramita
Wijayananda, Mpu Jaya. 2003. Tetandingan lan Sorohan Banten. Surabaya;
Paramitha
…………….1995. Panca Yadnya. Denpasar : PHDI.











      
      


Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking